Menurut survey dari sebuah lembaga pemerintahan mengenai
kenakalan remaja dewasa ini sungguh menunjukkan angka yang signifikan. Terutama
untuk kenakalan remaja yang mengarah kepada kekerasan seperti misalnya tawuran
antar pelajar. Angka untuk enam bulan terakhir saja sudah menyentuh anga 300 an
kasus tawuran antar pelajar. Sungguh angka yang mengerikan untuk ukuran
Indonesia yang merupakan negara yang mayoritas penduduknya sangat menjunjung
budaya anti kekerasan. Angka yang ironis bagi sebuah bangsa yang memiliki
budaya tepo seliro, budaya timur yang menjunjung nilai-nilai leluhur yang
bernorma agama yang agung. Namun kenyataan yang ada saat ini jika melihat angka
di atas untuk kasus tawuran antar pelajar, miris rasanya kita ini.
Lantas apa yang membuat semua ini bisa terjadi? Adakah
solusinya untuk mengatasi masalah tersebut? Siapakah yang bersalah untuk semua
ini? Atau pertanyaan-pertanyaan lain yang nampaknya pertanyaan-pertanyaan ini
akan terlintas dalam pikiran semua orang. Kaum agamawan, pelajar, kalangan
mahasiswa, para pendidik, pengangguran seperti saya ini pun mungkin dalam
benaknya memiliki pertanyaan dan pemikiran yang sama untuk mengentaskan
permasalahan tersebut.
Perlu renungan yang mendalam dan fikiran yang jernih untuk
bersama-sama mencoba mencarikan solusinya atas permasalahan ini. Banyak faktor
yang menjadi latar belakang yang menjadikan keadaan ini semakin menjadi. Bukan
pada tempatnya lagi kalau saat ini kita saling menyalahkan. Habis energi kita
kalau satu sama lain kita saling menyalahkan yang pada akhirnya semua hanya
sia-sia belaka tidak ada ujung-unjungnya.
Kita mulai dari yang sederhana saja. Mulai dari diri kita
sendiri, lingkungan rumah kita, lingkungan keluarga kita terus sampai wilayah
lain yang kita anggap mampu untuk berbuat. Kita hidupkan kembali kegiatan
keagamaan di rumah kita. Jadikan agama sebagai pedoman hidup dengan selalu membasahi lidah kita dengan moralitas agama.
Kita renungkan juga, kemana kebesaran bangsa ini yang dulu bangga dengan
identias bangsa yang Pancasilais, bangsa yang berke- Tuhan-an. Memang terlalu
jauh kalau kita yang hidup dinegeri yang majemuk ini untuk menuntaskan dari
satu segi saja. Namun minimal kita sudah memiliki benteng yang kuat untuk diri
sendiri, keluarga sendiri dan rumah kita sendiri, yaitu dengan menghidupkan
kembali kehidupan beragama kita.