MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


  1. Manajemen Berbasis Sekolah

  1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisifasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Melalui MBS, sekolah efektif dapat dikembangkan secara mandiri karena sekolah diberi kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar (otonomi) untuk mengelola potensi sumberdaya yang dimilki, baik sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lainnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, waktu, dan sebagaimnya).

  1. Tujuan Penerapan MBS
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-psinsip tatapengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang meliputi input, proses, dan outpu. Kulaitas input sekolah antara lain terdiri atas jumlah guru, modal sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah antara lain terdiri atas jumlah siswa yang lulus setiap tahunnya.
Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu efisiensi internal dab efisiensi eksternal.
Dengan MBS, sekkolah dapat meningkatkan kemampuannya dalam merencana, mengelola, membiayai, dan menyelenggarakan pendidikan di sekolahnya. Dengan MBS, sekolah juga dapat memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia dan dapat meningkatkan kepedulian warga sekolah dan warga masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kemampuan yang dimilki.
MBS diterapkan dengan alasan-alasan sebagai berikut:
  1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, sekolah akan lebih inisiatif an kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah;
  2. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, sekolahakan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah;
  3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya;
  4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khsusnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pensisikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik:
  5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
  6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif jika dikontrol oleh masyarakat;
  7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan tranparansi dan akuntabilitas sekolah:
  8. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sinaran mutu pendidikan yang telah direncanakan;
  9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orangtua siswa, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah setempat; dan
  10. Sekolah dapat segera merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

  1. Landasan Yuridis Penerapan MBS
Secara yuridis, penerapan MBS dijamin oleh peraturan perundang-undangan berikut:
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (1) “ Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”;
  2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 pada Bab VII tentang Bagian Program Pembangunan Bidang Pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat (school community based management)”;
  3. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;
  4. Kepmendiknas Nomor 087 tahun 2004 tentang Standar Akreditasi sekolah, khususnya tentang menejemen berbasis sekolah; dan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, khususnya standar pengelolaan sekolah, yaitu manajemen berbasis sekolah.

  1. Konsep Dasar
  1. Pengertian Mutu Pendidikan
Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhanm yang diharapkan atai tersirat. Mencakup input, proses, dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan.
Proses pendidikan merupakan kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain.
Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitas, efektivitas, produktifitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja dan moral kerjanya.

  1. Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan

Tabel 4.1
Dimensi-dimensi Perubahan Pola manajemen Pendidikan
Pola Lama
Menuju
Pola Baru
1.      Suboerdinasi
Otonomi
2.      Pengambilan keputusan terpusat
Pengambilan keputusan partisipatif
3.      Ruang gerak kaku
Ruang Gerak Lurus
4.      Pendekatan Birokratik
Pendekatan profesional
5.      Sentralistik
Desentralistik
6.      Diatur
Motivasi diri
7.      Overregulasi
Deregulasi
8.      Mengontrol
Memengaruhi
9.      Mengarahkan
Memfasilitasi
10.  Menghindari risiko
Mengelola resiko
11.  Gunakan uang seluruhnya
Gunakan uang seefisien mungkin
12.  Individual yang cerdas
Teamwork yang cerdas
13.  Informasi dimiliki sendiri
Informasi terbagi
14.  Pendelegasian
Pemberdayaan
15.  Organisasi hierarkis
Organisasi datar

Pada pola baru, sekolah memilki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif.

  1. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah
Esensi MBS = otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian, yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri serta merdeka/tidak tergantung.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan partisipasi adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis, dimana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb).
Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan, sedangkan kerjasama adalah adanya sikap perbuatan kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) tingkat kemandirian tinggi atau tingkat ketergantungan rendah, (2) bersifat adaptif dan antisipatip/proaktif secara sekaligus, (3) memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya), (4) bertanggung jawab terhadap sekolah, (5) memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya, (6) memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, (7) memiliki komitmen yang tinggi terhadap dirinya, dan (8) prestasi merupakan acuan bagi penilaian.

  1. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
  1. Output yang Diharapkan
Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement). Dan output berupa prestasi non akademik (nonacademic achievement). Output prestasi akademik misalnya, NUAN/NUNAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara berfikir (kritik, kreatif divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah) output nonakademik, misalnya akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedispilinan, kerajinan, prestasi olah raga, kesenian, dan kepramukaan.


  1. Proses
a.       Proses belajar mengajar dengan efektivitas yang tinggi.
b.      Kepemimpinan sekolah yang kuat.
c.       Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
d.      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
e.       Sekolah memiliki budaya mutu
f.       Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinasmis.
g.      Sekolah memiliki kewwenangan (kemandirian.
h.      Partisifasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat.
i.        Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen
j.        Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (Psikologi dan fisik).
k.      Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
l.        Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
m.    Memilki komunikasi yang baik.
n.      Sekolah memiliki akuntabilitas
o.      Manajemen lingkungan sekolah baik.
p.      Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.

  1. Input Pendidikan
a.       Memililiki kebijakan, tujuan dan sarana mutu yang jelas.
b.      Sumberdaya tersedia dan siap
c.       Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi
d.      Memiliki harapan prestasi yang tinggi
e.       Fokus pada pelanggan (khususnya siswa)
f.       Infut manajemen.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »